LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA
ANORGANIK
PEMBUATAN TEMPAT PENYIMPANAN
GAS HIDROGEN
Kamis, 19 september
2013
Disusun oleh :
SHOFIA FITHRIANI
SANUSI (1112096000007)
LUTHFI RIZKI
FAUZI (1112096 000020)
YESI TRISTIYANTI (1112096000016)
MELANI SABRINA (1112096000010)
KIMIA 3 –A
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
I.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Perkembangan
Ilmu pengetahuan mendorong manusia untuk berpikir dan menghasilkan beberapa
pembaharuan serta perkembangan di segala aspek kehidupan. Salah satu aspek
kehidupan yang sangat berkembang saat ini adalah seputar bahan bakar sebagai
sumber segala kegiatan manusia dimasa mendatang nantinya. Bermula ditemukannya
api, manusia berusaha untuk menemukan Energi terbarukan, ekonomis, mudah
digunakan, tidak cepat habis dan ramah lingkungan, hingga sampailah pada
ditemukannya Energi yang berasal dari Gas Hidrogen.
Setiap
Energi memerlukan tempat penampungan dan penyimpanan sumber bahan bakar tersebut,
untuk menampung dan menyimpannya jika akan digunakan dilain waktu. Hal tersebut
menjadi sangat penting, pada Energi Gas Hidrogen. Terlebih Hidrogen dalam fase
gas tersebut dapat mudah bereaksi dengan gas lainnya dan memiliki kecendrungan
membahayakan kesehatan serta keselamatan Manusia. Gas Hidrogen yang telah
diketahui melalui beberapa jurnal, merupakan sumber energy yang ramah lingkungan
haruslah disimpan dalam suatu tempat yang didesain aman dan nyaman bagi manusia
yang menggunakannya.
Pembuatan tempat
penampungan dan penyimpanan Gas Hidrogen tidak didesain sebagai suatu wadah.
Tapi, dirancang agar dapat meredam tekanan yang besar dihasilkan dari gas
hydrogen tersebut yang berakibat meledak jika ditempatkan dalam ruangan
bertekanan tinggi serta bahan penyusunnya juga. Mudah digunakan merupakan hal
terpenting dalam perancangan bentuk tempat penyimpanan Gas hydrogen tersebut.
Sehingga, tempat juga dilengkapi dengan alat pengukur tekanan gas. Selain untuk
mengukur tekanan gas, alat tersebut juga berguna untuk mengukur seberapa banyak
volume gas yang dikeluarkan (dengan beberpa perhitungan gas ideal).
2.
Tujuan
·
Praktikan dapat membuat tempat penampungan dan
penyimpanan Gas Hidrogen sederhana
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Media penyimpanan energi adalah suatu metode atau alat untuk menyimpan beberapa bentuk energi yang bisa diambil pada suatu waktu tertentu untuk berbagai kepentingan. Alat yang digunakan untuk menyimpan energi kadang-kadang disebut dengan akumulator. Semua bentuk energi yang termasuk ke dalam energi potensial (misal: energi kimia, energi listrik, dan sebagainya) atau energi termal dapat disimpan.
Penyimpanan energi adalah proses alami yang usianya setua usia alam semesta ini. Energi muncul pada penciptaan awal alam semesta dan sudah disimpan dalam berbagai media seperti bintang, yang saat ini dapat dimanfaatkan oleh manusia secara langsung (dengan pemanasan surya) ataupun secara tidak langsung (melalui budidaya pertanian). Penyimpanan energi memungkinkan manusia untuk menyeimbangkan kebutuhan dan ketersediaan energi.
Sistem penyimpanan energi secara komersial saat ini dapat dikategorikan ke dalam energi mekanis, listrik, kimia, termal, dan nuklir. Sebagai suatu kegiatan, penyimpanan energi sudah berlangsung sejak zaman prasejarah, meski tidak begitu jelas dikatakan sebagai aktivitas penyimpanan energi. Contohnya adalah penggunaan balok kayu dan bebatuan besar untuk pertahanan melawan musuh; balok kayu dan bebatuan besar digulingkan dari bukit untuk menyerang musuh yang menginvasi.
Aplikasi yang masih ada saat ini dalam hal penyimpanan energi adalah pengendalian saluran air untuk menggerakkan mesin penggiling untuk pemrosesan hasil panen atau menggerakkan mesin. Sistem kompleks reservoir dan bendungan dibangun untuk menyimpan air sebagai sumber energi potensial. Di beberapa area di dunia, dengan menggunakan keuntungan geografis dapat menyimpan sejumlah besar reservoir air ketika tidak dibutuhkan, dan dilepaskan menjadi energi listrik ketika terjadi beban puncak listrik.
Penyimpanan energi menjadi faktor utama dalam pembangunan ekonomi dengan penyebaran energi listrik dan pemurnian bahan bakar kimia seperti bensin, minyak tanah, dan gas alam pada akhir tahun 1800an. Tidak seperti media penyimpanan energi organik seperti kayu atau batu bara, listrik telah digunakan segera setelah dihasilkan pertama kalinya. Listrik seringkali tidak disimpan pada skala besar, namun suatu saat nanti hal itu akan banyak terjadi dengan ditemukannya teknologi penyimpanan energi listrik seperti baterai Lithium ion dan NiMH yang merupakan baterai yang telah dan mampu menyimpan energi listrik dan mensuplainya bagi mobil listrik yang ada saat ini. Penyimpanan energi akan sangat diperlukan mengingat beberapa jenis sumber energi tidak dapat diandalkan selamanya. Angin tidak selamanya bertiup untuk menggerakkan turbin, cahaya matahari tidak bisa dimanfaatkan secara optimal ketika cuaca berawan atau di malam hari. Bahkan pembangkit listrik tenaga air saat ini banyak dihadapkan oleh ancaman kekeringan.
Penyelesaian masalah dalam penyimpanan energi untuk tujuan kelistrikan dimulai dengan ditemukannya baterai pada pertama kalinya. Alat penyimpan energi elektrokimia ini digunakan secara terbatas karena kapasitasnya yang kecil dan biaya dalam pembuatannya yang mahal dibandingkan dengan energi listrik yang dihasilkan oleh pemangkit listrik pada sejumlah energi yang sama. Penyelesaian lainnya dari masalah yang sama adalah dengan ditemukannya kapasitor.
Bahan bakar kimia telah menjadi bentuk yang umum dari penyimpanan energi, baik dalam pembangkit listrik maupun transportasi, meski sebagian sulit untuk diproduksi kembali dari pembentuknya. Bahan bakar kimia yang umum digunakan adalah batu bara, bensin, solar, gas alam, LPG, propana, butana, etanol, biodiesel, dan hidrogen. Bahan bakar ini dengan segera dapat diubah menjadi energi mekanis dan listrik dengan mesin kalor (turbin dengan boiler atau mesin pembakaran dalam). Generator listrik jenis ini digunakan hampir di setiap pembangkit listrik di seluruh dunia.
Alat elektrokimia seperti fuel cell dikembangkan pada masa yang sama dengan baterai. Namun dengan berbagai alasan, fuel cell tidak berkembang dengan baik hingga muncul penerbangan luar angkasa berawak di mana sumber listrik non termal dibutuhkan dalam wahana antariksa. Perkembangan fuel cell telah meningkat pada tahun-tahun ini akibat permintaan terhadap sumber energi non hidrokarbon meningkat.
Pada saat ini, bahan bakar hidrokarbon cair menjadi bentuk penggunaan energi yang dominan. Namun, bahan bakar jenis ini akan menghasilkan gas rumah kaca ketika digunakan untuk menggerakkan mesin mobil, truk, kereta, kapal, dan pesawat terbang. Energi non-karbon seperti hidrogen, atau rendah emisi karbon seperti etanol dan biodiesel, berkembang merespon ancaman yang sangat mungkin terjadi akibat emisi gas rumah kaca. Beberapa teknologi lainnya juga telah diteliti seperti flywheel atau penyimpanan udara terkompresi. Jaringan penyimpanan energi menjadikan penghasil energi mengirim kelebihan energi listrik dari jaringan transmisi listrik menuju lokasi penyimpanan energi yang nantinya akan dikeluarkan ketika kebutuhan listrik membesar. Jaringan penyimpanan energi berperan penting dalam menyeimbangkan suplai dan permintaan energi.
Hidrogen sedang dikembangkan sebagai media penyimpanan energi. Hidrogen bukanlah sumber energi utama, namun metode penyimpanan energi yang portable, karena hidrogen harus dibuat oleh sumber energi lain. Namun, sebagai media penyimpanan energi, mungkin akan signifikan jika dilihat perannya sebagai energi terbarukan.
Hidrogen dapat digunakan pada mesin pembakaran internal konvensional atau pada fuel cell yang mengubah energi kimia secara langsung menjadi energi listrik tanpa pembakaran. Proses produksi hidrogen membutuhkan proses pengubahan gas alam oleh uap, atau dengan cara yang mungkin lebih ekologis, elektrolisis air menjadi hidrogen dan oksigen. Cara yang lama menghasilkan karbon dioksida dalam prosesnya sebagai hasil sampingan.
Kehilangan energi terjadi pada siklus penyimpanan hidrogen dari produksinya untuk pemakaian langsung pada kendaraan, pengembunan atau kompresi, dan konversi kembali menjadi listrik, serta siklus penyimpanan hidrogen untuk pemakaian fuel cell stasioner seperti kombinasi mikro panas dan energi dengan biohidrogen, pengembunan atau kompresi, dan konversi menjadi listrik.
Dengan energi terbarukan yang tidak bisa selalu tersedia seperti energi angin dan matahari, output dari kedua energi itu mungkin dapat menjadi energi listrik untuk melakukan elektrolisis. Apapun kemungkinannya, apakah kemampuan konversi energi matahari dan angin menjadi listrik cukup rendah atau energi yang dibutuhkan untuk mengubah air menjadi hidrogen cukup besar, hidrogen hanya akan menjadi media penyimpanan energi dan digunakan hanya jika dibutuhkan.
Ahli nuklir menyatakan bahwa menggunakan energi nuklir untuk menghasilkan hidrogen akan menyelesaikan masalah inefisiensi dalam memproduksi hidrogen. Mereka menggaris bawahi kemungkinan menggunakan pembangkit listrik tenaga nuklir pada kapasitas penuh terus menerus dengan tetap menyalurkan energi listrik ke jaringan transmisi listrik setempat pada beban puncak. Hal ini berarti efisiensi lebih besar juga bagi PLTN tersebut. Reaktor generasi keempat dari PLTN memiliki potensi untuk memisahkan hidrogen dari air dengan cara termokimia menggunakan panas nuklir di siklus iodin-sulfur.
Efisiensi penyiimpanan hidrogen umumnya berkisar 50 hingga 60% secara keseluruhan, yang berarti lebih rendah dibandingkan baterai. Dibutuhkan sekitar 50 kWh untuk memproduksi satu kilogram hidrogen dengan elektrolisis, sehingga biaya listrik untuk memproduksinya adalah hal yang penting untuk dibahas. Jika menggunakan harga standar Rp. 294,00 per kWh, maka akan dibutuhkan biaya sebesar Rp. 14.700,00 per kg hidrogen, namun itu belum termasuk biaya lainnya seperti alat elektrolisis, kompresor atau pengembunan, penyimpanan, dan transportasi yang besarnya tidak dapat diabaikan.
Penyimpanan hidrogen bawah tanah adalah kegiatan penyimpanan hidrogen dalam gua, kubah garam, atau ladang gas alam dan minyak yang telah habis. Sejumlah besar gas hidrogen telah disimpah oleh Imperial Chemical Industries di gua bawah tanah sejak beberapa tahun yang lalu tanpa kesulitan berarti. Penyimpanan sejumlah besar hidrogen di bawah tanah dapat difungsikan sebagai penyimpanan energi masal yang penting untuk aspek keekonomian hidrogen pada masa depan.
Berbagai varian biofuel seperti biodiesel, minyak tumbuh-tumbuhan, bahan bakar alkohol, atau biomassa dapat digunakan untuk menggantikan bahan bakar hidrokarbon. Berbagai proses kimia dapat mengubah karbon dan hidrogen di batu bara, gas alam, biomassa dari tumbuhan dan hewan, serta limbah organik menjadi rantai pendek hidrokarbon yang sesuai sebagai pengganti bahan bakar hidrokarbon yang ada saat ini. Contohnya adalah diesel Fischer-Tropsch, metanol, dimetil eter, dan syngas. Dengan harga minyak di atas 35 USD sudah cukup menjanjikan secara ekonomi bagi biofuel untuk diproduksi secara masal (ECN, 1994).
III.
METODOLOGI
PENELITIAN
Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kaleng, selang aquarium, botol kecap, cawan arloji, gelas ukur, neraca analitik, solatip, kran, pentil ban, solder,lem, balon, dan gunting. Sedangkan, bahan yang digunakan, yaitu aluminium foil dan larutan NaOH
Cara kerja
kaleng dilubangi bagian atasnya (bukan pada tutupnya, tapi didinding kaleng paling atas). Kemudian, lubang tersebut di tempeli dengan kran air dan direkatkan dengan lem serta solatip. Setiap, tempelan pada kaleng diberi lem tambahan. Bagian atas (tutup kaleng) dilubangi. Lalu, ditempatkan pentil ban pada lubang tersebut. Kemudian direkatkan kembali dengan solatip. Pada salah satu pentil ban tersebut dihubungkan dengan selang aquarium dengan panjang kira – kira 30 cm. sisa selang, dihubungkan pada mulut botol kecap. Kemudian, setiap penggabungan antara kaleng dengan bahan lainnya, direkatkan lagi menggunakan solatip. Pada ujung kran dihubungkan dengan balon. Didalam kaleng, ditempatkan karbon aktif.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil percobaan, alat penyimpaan yang dibuat oleh praktikan gagal, karena terjadi kebocoran wadah. Gas yang dihasilkan bervariasi berdasarkan jumlah massa aluminium foil yang digunakan. Percobaan dilakukan sebanyak tiga kali dengan variasi massa aluminium foil dan volume NaOH. Berikut tabel massa aluminium foil yang digunakan dan volume NaOH :
No.
|
MAluminiumFoil
(gram)
|
VNaOH
(ml)
|
1
|
0,2009
|
15
|
2
|
0,5048
|
25
|
3
|
0,6032
|
50
|
Terjadinya perbedaan massa dan volume tersebut, karena
praktikan mencoba untuk mereaksikan massa alumunium foil dan NaOH dalam jumlah
yang banyak dengan maksud Balon mengembang sempurna. Tapi, balon hanya mengembang
kecil, meskipun gas yang dihasilkan sangat banyak ( 0,6032 gram dengan 50 ml
NaOH) hingga cairan bekas reaksi naik pada seperempat bagian selang.
Meskipun
gas yang dihasilkan sangat besar dengan tekanan yang besar, balon yang
diletakkan pada ujung kran, tidak menimbulkan mengembangnya balon sebagai
indicator keberadaan gas hydrogen dalam kaleng. Hal tersebut terjadi,
kemungkinan karena sambungan antara kaleng dan kran; kaleng dengan pentil;
selang dengan pentil ban; serta tutup botol kecap tidak direkatkan dengan rapat
sehingga beberapa gas ada yang keluar lewat celah celah tersebut. Selain hal
tersebut, perancangan dari bangun wadah tersebut tidak mempermudah gas untuk
dapat dikeluarkan dari kaleng, sehingga gas yang relative banyak didalam
kaleng, tidak dapat mengisi volume balon.
V.
PENUTUP
·
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil percobaan membuat alat penampungan dan penyimpanan Gas hydrogen, alat
yang telah dibuat tidak bisa mengeluarkan Gas Hirogen dengan baik.
Daftar Pustaka:
http://id.wikipedia.org/wiki/Penyimpanan_energi
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_analisis/lompatan-teknologi-penyimpanan-gas-hidrogen/
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&ved=0CCwQFjAB&url=http%3A%2F%2Fid.wikipedia.org%2Fwiki%2FPenyimpanan_energi&ei=2ApDUu3dII3OrQfnroFo&usg=AFQjCNG-TQrdsrpkx_iVPnHisvkSbdz0QQ